Kamis, 17 November 2011

Paradigma Membuang Sampah Sembarangan

MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN


Sampah, sebuah kata yang begitu akrab di telinga semua manusia, bahkan sejak kita masih kanak-kanak hingga nyawa meninggalkan raga ini. Sebuah kata yang mempunyai konotasi dengan hal yang menjijikan, kotor dan barang yang tak lagi berguna buat kita, manusia normal. Sampah adalah hal dan barang yang harus dihindari dan dibuang jauh-jauh dari sekitar kita karena hanya akan memberikan dampak negative dan kotor. Paradigma ini telah diberikan sejak kita masih kecil sehingga begitu mendalam dalam pikiran kita sehari-hari. Sebuah paradigma yang sebenarnya sangatlah tidak benar.

Dalam bahasan ini, marilah kita mencoba merubah paradigma yang salah itu menjadi paradigma baru yang pada akhirnya kita dapat mengetahui apa sebenarnya yang disebut dengan “sampah”.


Sampah merupakan salah satu permasalahan yang terus meningkat seiring pesatnya pembangunan di segala sektor. Paradigma lama mengenai penangganan sampah, yaitu dikumpulkan, diangkut dan dibuang ke TPA harus diubah dengan paradigma baru. Permasalahan sampah, memang seakan tak ada habis-habisnya. Seperti tingginya volume sampah. Tidak seimbangnya jumlah sampah yang terangkut dengan volume sampah, juga terbatasnya usia pakai TPA, TPS Transfer Depo, serta sulit dan mahalnya pengadaan lahan untuk TPA. Termasuk sering adanya penolakan dari warga untuk pembangunan TPA.

Pandangan sebagian besar masyarakat Indonesia dan sekitarnya yang menganggap sampah sebagai barang yang sudah tidak berguna, bau, dan sumber bersarangnya berbagai macam penyakit, perlu diluruskan. Pandangan itu harus diluruskan, karena sebenarnya tidak semua sampah tak berguna, ada juga yang masih bisa diolah menjadi barang yang berharga misalnya dapat dijadikan pupuk kompos serta benda bernilai ekonomi lainnya. Sudah tak bisa dipungkiri lagi, jika berbicara tentang sampah, dewasa ini masih menjadi perdebatan di negara-negara berkembang, bahkan negara maju sekali pun. Upaya menanggulangi permasalahan ini juga sudah dan terus dilakukan bersama, baik dari sisi pemerintah, LSM, bahkan sektor swasta pun ikut andil mengurusi persoalan ini. masyarakat pada umumnya tahu bahwa membuang sampah sembarangan itu tidak baik, tetapi mereka tetap saja melakukan, tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan, relatif hanya karena malas atau mencontoh orang lain, bukan sebaliknya harus memberi contoh yang baik. Masyarakat juga tahu kalau sampah sebaiknya dipisah, tetapi mereka malas memilah-milah sampah. Ini terjadi karena masyarakat sudah terlanjur menganggap sampah sebagai sesuatu yang negatif.

Membuang sampah sembarangan sudah bukan menjadi hal yang aneh lagi di Indonesia. Membuang sampah sembarangan sudah menjadi budaya dan tradisi bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan sangatlah kecil. Masyarakat tidak menyadari bahwa sebenarnya sampah adalah salah satu penyebab wabah penyakit dan sebagai salah satunya penyebab bencana di negara ini. Masyarakat dengan mudahnya membuang sampah di sembarang tempat.Kurangnya ketersediaan wadah penampung sampah, membuat masyarakat menjadi sembarangan membuang sampah, dan kali adalah salah satu lokasi yang paling sering jadi tempat pembuangan. Tidak sedikit masyarakat yang membuang sampah di selokan dan di sungai, padahal hal tersebut akan membuat selokan dan sungai menjadi tersumbat dan akhirnya pada musim hujan akan menyebabkan banjir karena aliran air tersumbat oleh sampah-sampah yang menggunung. Padahal bila sudah terjadi bencana yang ada hanyalah saling lempar-melempar kesalahan. Tidak ada yang merasa bahwa sebenarnya semuanya adalah hasil dari perbuatan diri-sendiri. Padahal masih ada bagian-bagian dari sampah yang masih bisa diolah dan dipergunakan kembali.

Masalah sampah tidak hanya sekedar hanya bagaimana mengolah atau mengelola sampah saja, tetapi juga terkait dengan masalah budaya atau sosiologi masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya tidak peduli tentang sampah, suka buang sampah sembarangan, dan cenderung mementingkan diri sendiri. Paradigma yang salah ini mungkin merupakan salah satu penyebab kenapa banyak program tentang sampah yang tidak berhasil. Merubah paradigma masyarakat tentang sampah menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari upaya-upaya penanganan sampah secara terpadu.

Masalah utama mengenai sampah erat kaitannya dengan pola pikir dan perilaku masyarakat. Saat ini, pemerintah lebih banyak berfokus pada program-program fisik, misalnya dengan membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA), membuat tempat-tempat sampah baru dan mendatangkan teknologi maju dari negara lain. Sementara, permasalahan sampah di Indonesia bukan hanya permasalahan fisik. Program non-fisik belum banyak dilakukan padahal program ini justru memiliki potensi dalam jangka panjang meski lebih sulit, membutuhkan waktu lama, kontinuitas, dan dana yang tidak sedikit. Program non-fisik dapat dilakukan melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM) baru.

SDM berkaitan erat dengan karakter masing-masing individu. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.

Pemerintah atau lembaga-lembaga lain sudah cukup lama menyediakan tiga tempat sampah yang berbeda. Satu tempat sampah untuk limbah plastik atau logam, satu tempat sampah untuk limbah kertas, dan satu lagi tempat sampah untuk limbah organik. Tulisannya dibuat besar sekali, warnanya menyolok, dan masih terbaca dengan jelas dari jarak yang cukup jauh. Warnanya pun dibuat berbeda-beda. Masalahnya sekarang, apakah warga atau masyarakat sudah membuat sampah sesuai dengan tempatnya. Jawabannya adalah tidak. Mereka membuang sampah semaunya sendiri tampa memperhatikan tulisan-tulisan tersebut.

Mencari Akar Permasalahan
Mengapa larangan-larangan, perda-perda, atau segala macam himbauan seperti tidak pernah dihiraukan oleh masyarakat? Ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar. Mencari jawaban yang benar dari pertanyaan itu sama pentingnya dengan masalah sampah itu sendiri. Dengan mengetahui jawaban yang benar dan tepat, maka akan lebih mudah bagi kita untuk merumuskan sebuah rencana tentang pengelolaan sampah. Mungkin perlu dilaksanakan sebuah survei yang mendalam, sistematis, dan komprehensif tentang perilaku masyarakat berkaitan dengan sampah. Ini bukan pekerjaan sederhana. Saya sendiri belum pernah membaca tentang hasil penelitian tentang perilaku masyarakat tentang sampah ini. Saya berharap suatu saat ada yang terketuk hatinya untuk mencari akar permasalahan tentang sampah ini.
Mendapatkan permasalahan yang benar (sekali lagi benar tidak sama dengan betul, karena kebenaran tidak sama dengan kebetulan) adalah langkah awal sebelum melangkah ke tahapan berikutnya. Kalau sudah mendapatkan masalah yang benar, separo kerjaan sudah di tangan. Seringkali jawabannya juga menjadi lebih jelas terlihat. Solusinya lebih mudah diformulasikan.
Keuntungan yang lain adalah kita bisa menghemat waktu, biaya, tenaga jika masalahnya sudah jelas. Adalah kerugian besar jika kita sudah mengeluarkan waktu, biaya dan tenaga yang besar, ternyata kita mengerjakan masalah yang salah. Masalah tetap ada. MESKIPUN Biaya habis, waktu terbuang, dan pikiran terkuras.

minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.

faktor penyebab secara EKSTERNAL. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, hidrogeologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya AMDAL membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.



Dampak Sampah terhadap Lingkungan dan masyarakat
Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Sesuai dengan ketentuan tersebut bahwa setiap orang berhak menolak dengan adanya hal-hal yang dapat merugikan kesehatan baginya. Dalam hal ini, Tidak ada teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa meninggalkan sisa. Oleh sebab itu, pengelolaan sampah selalu membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan ahir.
Dengan adanya tempat pembuangan sampah di suatu daerah, biasanya akan mempengaruhi kesehatan dan lingkungan bagi warga sekitarnya. Seperti contoh yang terjadi di TPA bantar gebang, dengan adanya TPA maka warga sekitarnya TPA menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian di Bantar Gebang selama kawasaan tersebut dijadikan TPA.
Dengan adanya TPA tersebut juga dapat merusak lingkungan dan ekologi disekitarnya. beberapa kerusakan lingkungan yang hingga kini tidak bisa ditanggulangi akibat sebuah kawasan ekologi dijadikan TPA antara lain: pencemaran tanah dimana Kegiatan penimbunan sampah akan berdampak terhadap kualitas tanah (fisik dan kimia) yang berada di lokasi TPST dan sekitarnya. Tanah yang semula bersih dari sampah akan menjadi tanah yang bercampur dengan limbah/sampah, baik organik maupun anorganik baik sampah rumah tangga maupun limbah industri dan rumah sakit. Tidak ada solusi yang konkrit dalam pengelolaannya, maka potensi pencemaran tanah secara fisik akan berlangsung dalam kurun waktu sangat lama. Akibat lain yang dapat ditimbulkan adanya TPA adalah terjadinya pencemaran air, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas air tanah akibat limbah sampah yang akan meresap ke tanah dan akan terkumpulnya berbagai macam penyakit di sekitar wilayah proyek. Potensi tercemarnya air tanah oleh limbah B3 pun tidak dapat dihindari, akibat adanya limbah indstri dan limbah rumah sakit. Sedangkan akibat yang selanjutnya dengan adanya TPA tersebut adalah tercemarnya udara disekitar TPA dengan bau yang tidak sedap yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yang antaranya adalah TBC.











PENGELOLAAN SAMPAH

Selama ini kita mengenal istilah “pembuangan sampah” yang berkonotasi negative dengan paradigma baru kita ubah menjadi “pengelolaan sampah”. Mengapa bukan lagi “pembuangan” tetapi “pengelolaan”. Hal ini berkaitan dengan kedua paradigm tersebut, jika “pembuangan” maka barang sisa produksi yang kita anggap sudah tidak lagi terpakai akan menjadi sampah tak berguna, tetapi dengan kata “pengelolaan” maka barang sisa produksi tersbut masih dapat mempunyai arti dan makna lain dan dapat menjadi barang produksi baru lain yang masih dapat kita pergunakan.

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan (sustainable) yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam UU.No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.



Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan:
• mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis
• mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.

Adapun tahapan pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan,
2. Pengangkutan,
3. Pemrosesan,
4. Pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan.

Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri.

Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat sampah, tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.

Namun aflikasi di lapangan, apalagi melibatkan masyarakat dan pengusaha masih dirasakan kurang, malah kelihatan masyarakat tidak/kurang tahu ada undang-undang yang mengatur persampahan ini. dan tentu diharapkan para stacholder perlu mengapresiasi masalah ini, masyarakat/lembaga social masyarakat perlu memantau dan mengawasi pelaksanaan dari regulasi persampahan ini, demi meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan masyarakat.

Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.

Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sampah seharusnya mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana dalam menyusun pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisahkam yaitu:
a. Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang harus dilakukan

b. Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah

c. Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung pada kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek sebagai sumber pencemar.
Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA , khususnya kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena itu pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memanfaatkan lahan yang terbatas dengan efektif.

Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. Kerja sama sebagaimana dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah antar Kab/Kota yang berdekatan dan/atau bertetangga. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama antardaerah akan diatur dalam peraturan menteri begitu bunyi dalam UU.No. 18 Tahun 2008 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Sebenarnya hal ini tidak perlu diatur lagi oleh menteri, cukup pemerintah provinsi saja yang membuat kebijakannya dengan berdasarkan UU. No. 18 Tahun 2008 tsb, Gubernur sebagai perpanjangan tangan presiden di daerah. Kalau harus lagi menteri yang turut campur kerja sama antardaerah (Kab/Kota) terlalu panjang birokrasi itu, akhirnya bisa lagi undang-undang ini tidak efisien dan efektif. Hal ini juga yang menghambat kreatifitas Pemerintah Kab/Kota dalam membuat peraturan daerah (Perda), Hal ini pula yang kurang atau tidak disenangi oleh para investor dalam pengelolaan/daur ulang sampah ini, dan sebaiknya pula disini, selain Menteri Dalam Negeri, juga mestinya melibatkan kementerian terkait lainnya, khususnya kementerian yang menginisiasi kerja sama antardaerah selama ini seperti Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), atau kementerian lainnya yang terkait. Karena hal pengelolaan sampah ini harus melibatkan beberapa kementerian, misalnya Kementerian Koperasi, Kesehatan, Sosial, Tenaga Kerja. Perkebunan/Pertanian. Masalah sampah ini memang bukan masalah kecil tapi masalah besar dan perlu serius penanganannya, ini yang keliru selama ini, mana paradigma sudah berbeda/bertentangan serta tidak terjadi sinergi didalamnya (terjadi ego sektoral)., mari kita pikirkan bersama untuk melakukan perubahan.
Dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Dalam undang-undang ini telah diwajibkan kepada Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan, Khusus kawasan industri sebenarnya tidaklah terlalu sulit untuk melaksanakan masalah persampahan ini. tinggal corporate tsb yang ada dalam kawasan itu, peduli dan mengefektifkan dana CSR nya, dengan melibatkan masyarakat atau pengusaha sekitar kawasan /perusahaan tersebut, disini terjadi fungsi ganda, kepedulian akan lingkungan sehat


METODE PEMBUANGAN

Penimbunan darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedankan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan, diantaranya angin berbau sampah, menarik berkumpulnya Hama dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah).

Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya, dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.

Pembakaran/pengkremasian
Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi baisa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan abu.

Pengkremasian dilakukan oleh perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal ini bsia dilakukan untuk sampah padat , cari maupun gas. Pengkremasian dikenal sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa jenis sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah biologis). Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena menghasilkan polusi udara.

Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang dimana tanah begitu terbatas ,karena fasilitas ini tidak membutuhkan lahan seluas penimbunan darat.

Sampah menjadi Energi (Waste-to-Energy = WtE)
Atau
Energi dari Sampah (Energy-from-Waste = EfW)

adalah terminologi untuk menjelaskan samapah yang dibakar dalam tungku dan boiler guna menghasilkan panas/uap/listrik.Pembakaran pada alat kremasi tidaklah selalu sempurna , ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang keluar cerobongnya. Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan di dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran. Dilain pihak, pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik, contoh di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede Bage di sekitar kota Bandung.


METODE DAUR-ULANG
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.

Metode ini adalah aktifitas paling populer dari daur ulang , yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang, contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus) atau dari sampah yang sudah tercampur.

Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum, kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET, botol kaca, kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya.
Pengkomposan.
Material sampah organik, seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.
Pemulihan energi

Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan, dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada
Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.

METODE PENGHINDARAN DAN PENGURANGAN
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk, atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak, mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tissue) dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh:` pengurangan bobot kaleng minuman).

Bencana sampah yang tidak dikelola dengan baik
1. Longsor tumpukan sampah: Longsor sampah Leuwigajah
2. Sumber penyakit
3. Pencemaran lingkungan
SARAN
1. Kegiatan penanganan sampah adalah :
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumberdan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman
2. Disamping itu pemerintah harus dapat membuat kebijakan baik internal maupun eksternal. Faktor Internal dimana minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri, rendahnya SDM. Sedangkan yang mempengaruhi faktor eksternal adalah minimnya lahan pembuangan sampah serta tidak ketatnya pemerintah baik pusat maupun daerah membuat aturan masalah sampah.
Kesimpulan
Membuang sampah sembarangan hanya akan memberikan dampak buruk bagi diri sendiri, lingkungan, dan orang lain. Oleh karena itu paradigma yang salah ini harus dihapus dari pemikiran masyarakat dan semua itu dapat dimulai dari diri sendiri terlabih dahulu. Penanganan sampah tidak memerlukan teknologi tinggi, melainkan kepedulian semua pihak. Dengan adanya pengaturanyang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, dari segala bentuk pelanggaran dan kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum dengan upaya pencegahan (preventif) maupun penindakanya (represif). Untuk tindakan represif ada beberapa jenis instrumen yang diterapkan antara lain melihat dampak yang ditimbulkan.